Minggu, 27 Oktober 2013

Tugas softskill post 1

Pengajian Pemusatan Pengembangan Koperasi Bidang Pembiayaan Pada Tingkat Kabupaten/Kota
Penulis 
Triyono dan Siti Aedah
Sumber :
Hasil Pengkajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Pengelolaan Wirausaha Universitas Indonesia (BPPWI-UI) Tahun 2006

JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN 1 - 2006


2. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. 2.1 LANDASAN TEORI
Sentra-sentra yang dipandang perlu sebagai sentra usaha unggulan adalah berupa sentra usaha yang bergerak di bidang pertanian, industri makanan dan minuman, indusri kerajinan, industri kerajinan tekstil dan konveksi rakyat. Sebagian dari sentra tersebut berupa usaha mikro, yang memiliki kesamaan bahan baku atau teknologi dan tidak melakukan kegiatan pemasaran bersama atau pengadaan bahan baku bersama. Pada kebututuhan pembiayaan usaha dalam sentra seperti sentra yang disebutkan diatas pada dasarnya lebih tepat dipenuhi oleh lembaga keuangan mikro seperti koperasi simpan pinjam karena kebutuhan dana berskala kecil dan sendiri-sendiri. Berikut beberapa KSP (koperasi simpan pinjam) di berbagai kabupaten atau kota :


   1.      Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Bhakti Group adalah kumpulan dari beberapa koperasi yang menghimpun dirinya menjadi kelompok dengan tujuan memudahkan pengaturan likuiditas dana yang dikelola oleh masing-masing koperasi anggotanya. Bhakti Group dipimpin oleh Bapak Abdurahman Saleh dan 7 orang rekannya. Dalam 24 tahun berkembang bhakti Group berhasil menghimpun asset sebesar Rp. 126 Milyar, anggota sebanyak 143.674 orang dan karyawan tetap sebanyak 5000 orang.
Adapun beberapa kiat yang di yang dijalankan Manajemen Bhakti Group untuk mencapai keberhasilannya adalah:
·         Komitmen yang kuat
·         Sistem perekrutan tenaga kerja dilakukan secara terpusat dan ketat
·         Prestasi karyawan dihargai dengan baik
·      Diadakan rotasi karyawan atar cabang bagi karyawan dan setiap karyawan baru di    sumpah agar bekerja dengan jujur.
·         Untuk Mencegah pindahnya anggota maka anggota tidak diperbolehkan keluar masuk seenaknya akan tetapi anggota hanya diperbolehkan keluar satu kali.
·         Dana yang dikelola secara profesional.
·         Manajemen menganut falsafah mudah , cepat dan meriah.

   2.      Koperasi BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) di Kabupaten Pekalongan.
Koperasi BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) berdiri pada tanggal 5 januari 1996, pada awalnya koperasi ini berbentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM) di bawah yayasan Binaan Baitul Maal Muhammdiyah (YBBMM) sebagai partisipan preyek hubungan Bank Indonesia dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK). Tetapi dengan adanya UU Nomor 29 Tahun 1999 antara lain menghapus PHBK yang akhirnya kelembagaannya berubah menjadi Bdan Hukum Koperasi Simpan Pinjam dan dikekola dengan menggunakan syariah yang berbasis pada prinsip bagi hasil.
Koperasi BTM ini di latar belakangi oleh terbatasnya akses permodalan bagi usaha mikro di Kabupaten Pekalongan. Dengan modal awal 25 juta kemudian berkembang sampai September 2004 dana masyarakat berhasil mencapai Rp. 2 Milyar lebih dan total aset 3 Milyar lebih.
Untuk mempermudah pengelolaan dana dan sebagai penyangga likuiditas, maka dari beberapa BTM membentuk koperasi sekunder berupa Pusat KSP BTM Wiradesa.
   3.      Koperasi Pemusatan Kerjasama Komppontren Al-Ishlah dengan Bank di Kabupaten Cirebon.
USP Swamitra adalah lembaga keuangan mikro yang didirikan atas kerjasama saling menguntungkan antara Bank Bukopin dengan Koperasi untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah. Melalui kerjasama ini USP dan KSP dapat beroprasi secara modern dan memanfaatkan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen yang telah dikembangkan oleh Bank Bukopin.
Swamitra Al-Ishlah di bentuk pada Desember 1998 sebagai hasil kerjasama antara Kompponten A-Ishah dengan Bank Bukoin Cabang Cirebon. Pada pertengahan 1999 , Swamitra Al-Ishah resmi beroprasi. Pada saat itu dana yang di salurkan untuk Kredit Koperasi Kepada Anggota (KPPA) sebesar Rp. 350 Juta. Sumber dana Swamitra A-Ishlah yang lain adalah modal tidak tetap dari Bank Bukopin dengan alokasi sebesar Rp. 500 juta. Sumber dana yang lainnya adalah simpanan masyarakat yang jumlahnya dalam tahun pertama saja melebihi alokasi dari Bank Bukopin. Ini menunjukkan keberhasilan Swamitra Al-Ishlah dalam menggalang dana masyarakat. Keberhasilan ini berkat kerjasama antara pengelola Swamitra, pengurus Koppontren dan Bank Bukopin dalam mempromosikan Swamitra di Majlis Taklim.

Model Pemusatan
Dengan memperhatikan perkembangan koperasi di lapangan terdapat Model kelembagaan pemusatan Koperasi, antara lain :
1)             Model Kerjasama antar Koperasi Primer dengan Pola Waralaba
Model pengembangan koperasi, seperti yang terjadi pada kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati merupakan suatu pola kerjasama antar koperasi primer.
Koordinasi pengelolaan dan pengembangan terjadi, berkat adanya standarisasi dan sinkronisasi pengelolaan dan bahkan terdapat suatu kesatuan komando dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi. Potensi keunggulan model kerjasama antar Koperasi seperti Kelompok Koperasi Bhakti sebagai suatu pola atau kelembagaan pemusatan pengembangan pembiayaan antara lain sebagai berikut :
(1) Standarisasi dan sinkronisasi dapat lebih mudah dilakukan dengan standarisasi karyawan dan standarisasi sistem dan prosedur, serta sinkronisasi atau kesatuan komando manajemen.
(2) Pengembangan koperasi baru relatif lebih mudah dilakukan dengan adanya karyawan terlatih yang siap ditugaskan pada koperasi baru.
(3) Dengan karyawan yang terlatih dan aktif jemput bola maka memungkinkan penetrasi perluasan anggota yang berarti perluasan pasar dan peningkatan pangsa pasar.
(4) Walaupun antar Koperasi Bhakti terdapat standarisasi dan sinkronisasi manajemen, masing-masing koperasi sepenuhnya dimiliki oleh anggotanya yang sebagian besar berada pada sekitar koperasi berada.
(5) Keterbatasan Bhakti menganut keanggotaan secara terbuka dan sukarela sehingga memungkinkan loyalitas anggota secara alami dan berkelanjutan serta sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi.
(6) Mengingat memiliki catatan kinerja baik (track record) yang cukup panjang dan memiliki brand name yang cukup dikenal, pola koperasi bhakti memiliki peluang sebagai suatu sistem waralaba manajemen koperasi simpan pinjam yang dapat diaplikasikan pada pengembangan koperasi simpan pinjam.

2)             Model Koperasi Sekunder
Dengan pola koperasi sekunder pada dasarnya seluruh kegiatan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan koperasi primer dilakukan oleh koperasi sekunder secara berjenjang dari tingkat daerah, wilayah, nasional dan internasional. Fungsifungsi kegiatan pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan meliputi bidang keuangan yang terdiri atas penghimpunan dan penyaluran dana melalui silang pinjam (interlanding) dan pengelolaan resiko maupun bidang non jasa keuangan yang terdiri atas konsultasi manajemen simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan audit, pengadaan sarana usaha dan audit.
Keungulan koperasi sekunder sebagai model pemusatan pengembangan koperasi
adalah :
(1) Struktur dan sistemnya telah tersedia, baik secara lokal, nasional maupun internasional sehingga tinggal masalah penerapan.
(2) Penerapan koperasi sekunder sebagai model pemusatan lebih menjamin penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sehingga lebih menjamin terwujudnya cita-cita koperasi yaitu peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi anggota koperasi.
3)             Model Bank Perkreditan Rakyat
Pemusatan pengembangan koperasi dengan model Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terutama dimaksudkan agar memiliki kemampuan atau keleluasaan yang lebih besar dalam penghimpunan dana masyarakat dan sekaligus keleluasaan dalam penyaluran dana. Dengan bentuk BPR, sebagai bank, memiliki kewenangan untuk menghimpun dana ke masyarakat, tidak hanya kepada anggotanya. Keunggulan BPR sebagai model pemusatan pengembangan koperasi antara
lain adalah :
(1) Memiliki kepercayaaan kemampuan yang efektif dan dalam menghimpun dana baik dana dari masyarakat, maupun dana dari lembaga keuangan sebagai konsekuensi bentuknya berupa bank.
(2) Merupakan sarana yang legal dan sehat untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, terutama apabila koperasi anggota atau pemegang saham dalam keadaan kelebihan dana.
(3) BPR yang harus mengikuti ketentuan perbankan yang ketat dapat menjadi referensi yang baik dalam mengembangkan tata kelola yang baik (good corporate governance) bagi koperasi yang dikembangkan.
4)             Model Kerjasama Koperasi Sekunder dangan Bank
Model kerjasama koperasi sekunder dengan bank umum adalah sebagaimana yang terjadi pada koperasi-koperasi di lingkungan pegawai negeri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Bank Kesejahteraan Ekonomi. Dalam hal ini induk-induk koperasi tersebut sperti KPRI, Inkopad, Inkopau, inkopal, dan Inkopol mengadakan kerjasama dalam penyaluran dana dari Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk anggota-anggota koperasi.
Keunggulan model ini adalah :
(1) Ketersediaan dana yang diperlukan oleh anggota koperasi dari Bank Kesejahteraan Ekonomi.
(2) Kemampuan penghimpunan dana masyarakat maupun dana dari lembaga  keuangan lain melalui Bank Kesejahteraan Ekonomi.
5)             Model Kerjasama Koperasi Primer dengan Bank Pola Swamitra
Kerjasama koperasi primer dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra merupakan model pemusatan kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama koperasi primer dengan bank. Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan aplikasi manajemen simpan pinjam koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan sumberdaya manusia, aplikasi teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan pinjam, pendampingan dan supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan dan pinjaman, serta cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam. Keunggulan pemusatan pengembangan koperasi dengan model kerjasama antar koperasi primer dan bank pola Swamitra, antara lain :
(1) Terdapat paket dukungan pengembangan KSP/USP secara lengkap sehingga memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
(2) Terdapat sistem supervisi dan pengendalian secara seketika (on line) oleh bank.
(3) Terdapat jaminan cadangan likuiditas yang disediakan secara bertingkat, baik di koperasi maupun di bank.
(4) Terdapat standarisasi sistem dan produk sehingga lebih memungkinkan dikembangkan jaringan kerjasama.
(5) Memiliki kredibilitas yang tinggi dalam penghimpunan dana berkat dukungan citra bank pendukungnya.
Model pemusatan  koperasi tersebut, dapat di gunakan untuk mengkaji koperasi di kabupaten atau kota.



DAFTAR PUSTAKA



______, 2003. Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta.
Arief, Sirtua, 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin, B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan terhadap Sektor Pertanian : Suatu Telaah Ekonomi Politik. Dalam : Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan Restrukturisasi Pertanian. PERHEPI. Jakarta.
INFOKOP. 2002. Koperasi Menuju Otonomisasi. Jakarta.
Korten, David C., 1980. Community Organization and Rural Development : A Learning Process Approach. Dalam Public Administration Review, No.40.
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Kemiskinan Tanggung Jawab Siapa?.Jakarta.



 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar