Pengajian Pemusatan Pengembangan
Koperasi Bidang Pembiayaan Pada Tingkat Kabupaten/Kota
Penulis
:
Triyono dan Siti Aedah
Sumber :Triyono dan Siti Aedah
Hasil Pengkajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Pengelolaan Wirausaha Universitas Indonesia (BPPWI-UI) Tahun 2006
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR
2 TAHUN 1 - 2006
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. 2.1 LANDASAN TEORI
Sentra-sentra
yang dipandang perlu sebagai sentra usaha unggulan adalah berupa sentra usaha
yang bergerak di bidang pertanian, industri makanan dan minuman, indusri
kerajinan, industri kerajinan tekstil dan konveksi rakyat. Sebagian dari sentra
tersebut berupa usaha mikro, yang memiliki kesamaan bahan baku atau teknologi
dan tidak melakukan kegiatan pemasaran bersama atau pengadaan bahan baku
bersama. Pada kebututuhan pembiayaan usaha dalam sentra seperti sentra yang
disebutkan diatas pada dasarnya lebih tepat dipenuhi oleh lembaga keuangan
mikro seperti koperasi simpan pinjam karena kebutuhan dana berskala kecil dan
sendiri-sendiri. Berikut beberapa KSP (koperasi simpan pinjam) di berbagai
kabupaten atau kota :
1. Koperasi
Bhakti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Bhakti
Group adalah kumpulan dari beberapa koperasi yang menghimpun dirinya menjadi
kelompok dengan tujuan memudahkan pengaturan likuiditas dana yang dikelola oleh
masing-masing koperasi anggotanya. Bhakti Group dipimpin oleh Bapak Abdurahman
Saleh dan 7 orang rekannya. Dalam 24 tahun berkembang bhakti Group berhasil
menghimpun asset sebesar Rp. 126 Milyar, anggota sebanyak 143.674 orang dan
karyawan tetap sebanyak 5000 orang.
Adapun
beberapa kiat yang di yang dijalankan Manajemen Bhakti Group untuk mencapai
keberhasilannya adalah:
·
Komitmen yang kuat
·
Sistem perekrutan tenaga kerja dilakukan
secara terpusat dan ketat
·
Prestasi karyawan dihargai dengan baik
· Diadakan rotasi karyawan atar cabang
bagi karyawan dan setiap karyawan baru di sumpah agar bekerja dengan jujur.
·
Untuk Mencegah pindahnya anggota maka
anggota tidak diperbolehkan keluar masuk seenaknya akan tetapi anggota hanya
diperbolehkan keluar satu kali.
·
Dana yang dikelola secara profesional.
·
Manajemen menganut falsafah mudah ,
cepat dan meriah.
2. Koperasi
BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) di Kabupaten Pekalongan.
Koperasi
BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) berdiri pada tanggal 5 januari 1996, pada
awalnya koperasi ini berbentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM) di bawah
yayasan Binaan Baitul Maal Muhammdiyah (YBBMM) sebagai partisipan preyek
hubungan Bank Indonesia dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK). Tetapi dengan
adanya UU Nomor 29 Tahun 1999 antara lain menghapus PHBK yang akhirnya
kelembagaannya berubah menjadi Bdan Hukum Koperasi Simpan Pinjam dan dikekola
dengan menggunakan syariah yang berbasis pada prinsip bagi hasil.
Koperasi
BTM ini di latar belakangi oleh terbatasnya akses permodalan bagi usaha mikro
di Kabupaten Pekalongan. Dengan modal awal 25 juta kemudian berkembang sampai
September 2004 dana masyarakat berhasil mencapai Rp. 2 Milyar lebih dan total
aset 3 Milyar lebih.
Untuk
mempermudah pengelolaan dana dan sebagai penyangga likuiditas, maka dari
beberapa BTM membentuk koperasi sekunder berupa Pusat KSP BTM Wiradesa.
3. Koperasi
Pemusatan Kerjasama Komppontren Al-Ishlah dengan Bank di Kabupaten Cirebon.
USP
Swamitra adalah lembaga keuangan mikro yang didirikan atas kerjasama saling
menguntungkan antara Bank Bukopin dengan Koperasi untuk mengembangkan usaha
kecil dan menengah. Melalui kerjasama ini USP dan KSP dapat beroprasi secara
modern dan memanfaatkan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen yang
telah dikembangkan oleh Bank Bukopin.
Swamitra Al-Ishlah di
bentuk pada Desember 1998 sebagai hasil kerjasama antara Kompponten A-Ishah
dengan Bank Bukoin Cabang Cirebon. Pada pertengahan 1999 , Swamitra Al-Ishah
resmi beroprasi. Pada saat itu dana yang di salurkan untuk Kredit Koperasi
Kepada Anggota (KPPA) sebesar Rp. 350 Juta. Sumber dana Swamitra A-Ishlah yang
lain adalah modal tidak tetap dari Bank Bukopin dengan alokasi sebesar Rp. 500
juta. Sumber dana yang lainnya adalah simpanan masyarakat yang jumlahnya dalam
tahun pertama saja melebihi alokasi dari Bank Bukopin. Ini menunjukkan keberhasilan
Swamitra Al-Ishlah dalam menggalang dana masyarakat. Keberhasilan ini berkat
kerjasama antara pengelola Swamitra, pengurus Koppontren dan Bank Bukopin dalam
mempromosikan Swamitra di Majlis Taklim.
Model Pemusatan
Dengan
memperhatikan perkembangan koperasi di lapangan terdapat Model kelembagaan
pemusatan Koperasi, antara lain :
1)
Model
Kerjasama antar Koperasi Primer dengan Pola Waralaba
Model pengembangan
koperasi, seperti yang terjadi pada kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati
merupakan suatu pola kerjasama antar koperasi primer.
Koordinasi pengelolaan
dan pengembangan terjadi, berkat adanya standarisasi dan sinkronisasi
pengelolaan dan bahkan terdapat suatu kesatuan komando dalam pengelolaan dan
pengembangan koperasi. Potensi keunggulan model kerjasama antar Koperasi
seperti Kelompok Koperasi Bhakti sebagai suatu pola atau kelembagaan pemusatan
pengembangan pembiayaan antara lain sebagai berikut :
(1) Standarisasi dan
sinkronisasi dapat lebih mudah dilakukan dengan standarisasi karyawan dan standarisasi
sistem dan prosedur, serta sinkronisasi atau kesatuan komando manajemen.
(2) Pengembangan
koperasi baru relatif lebih mudah dilakukan dengan adanya karyawan terlatih
yang siap ditugaskan pada koperasi baru.
(3) Dengan karyawan
yang terlatih dan aktif jemput bola maka memungkinkan penetrasi perluasan
anggota yang berarti perluasan pasar dan peningkatan pangsa pasar.
(4) Walaupun antar
Koperasi Bhakti terdapat standarisasi dan sinkronisasi manajemen, masing-masing
koperasi sepenuhnya dimiliki oleh anggotanya yang sebagian besar berada pada
sekitar koperasi berada.
(5) Keterbatasan Bhakti
menganut keanggotaan secara terbuka dan sukarela sehingga memungkinkan
loyalitas anggota secara alami dan berkelanjutan serta sesuai dengan
nilai-nilai dan prinsip koperasi.
(6) Mengingat memiliki
catatan kinerja baik (track record) yang cukup panjang dan memiliki brand
name yang cukup dikenal, pola koperasi bhakti memiliki peluang sebagai
suatu sistem waralaba manajemen koperasi simpan pinjam yang dapat diaplikasikan
pada pengembangan koperasi simpan pinjam.
2)
Model Koperasi Sekunder
Dengan pola koperasi
sekunder pada dasarnya seluruh kegiatan yang diperlukan untuk mendukung
pengembangan koperasi primer dilakukan oleh koperasi sekunder secara berjenjang
dari tingkat daerah, wilayah, nasional dan internasional. Fungsifungsi kegiatan
pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan meliputi bidang keuangan yang
terdiri atas penghimpunan dan penyaluran dana melalui silang pinjam (interlanding)
dan pengelolaan resiko maupun bidang non jasa keuangan yang terdiri atas
konsultasi manajemen simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan
audit, pengadaan sarana usaha dan audit.
Keungulan koperasi sekunder sebagai model pemusatan
pengembangan koperasi
adalah :
(1) Struktur dan
sistemnya telah tersedia, baik secara lokal, nasional maupun internasional
sehingga tinggal masalah penerapan.
(2) Penerapan koperasi
sekunder sebagai model pemusatan lebih menjamin penerapan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi, sehingga lebih menjamin terwujudnya cita-cita
koperasi yaitu peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi anggota
koperasi.
3)
Model Bank Perkreditan Rakyat
Pemusatan pengembangan
koperasi dengan model Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terutama dimaksudkan agar
memiliki kemampuan atau keleluasaan yang lebih besar dalam penghimpunan dana
masyarakat dan sekaligus keleluasaan dalam penyaluran dana. Dengan bentuk BPR,
sebagai bank, memiliki kewenangan untuk menghimpun dana ke masyarakat, tidak
hanya kepada anggotanya. Keunggulan BPR sebagai model pemusatan pengembangan
koperasi antara
lain adalah :
(1) Memiliki
kepercayaaan kemampuan yang efektif dan dalam menghimpun dana baik dana dari
masyarakat, maupun dana dari lembaga keuangan sebagai konsekuensi bentuknya
berupa bank.
(2) Merupakan sarana
yang legal dan sehat untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, terutama apabila
koperasi anggota atau pemegang saham dalam keadaan kelebihan dana.
(3) BPR yang harus
mengikuti ketentuan perbankan yang ketat dapat menjadi referensi yang baik
dalam mengembangkan tata kelola yang baik (good corporate governance)
bagi koperasi yang dikembangkan.
4)
Model Kerjasama Koperasi Sekunder
dangan Bank
Model kerjasama
koperasi sekunder dengan bank umum adalah sebagaimana yang terjadi pada
koperasi-koperasi di lingkungan pegawai negeri, Tentara Nasional Indonesia
(TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Bank Kesejahteraan
Ekonomi. Dalam hal ini induk-induk koperasi tersebut sperti KPRI, Inkopad,
Inkopau, inkopal, dan Inkopol mengadakan kerjasama dalam penyaluran dana dari
Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk anggota-anggota koperasi.
Keunggulan model ini
adalah :
(1) Ketersediaan dana
yang diperlukan oleh anggota koperasi dari Bank Kesejahteraan Ekonomi.
(2) Kemampuan
penghimpunan dana masyarakat maupun dana dari lembaga keuangan lain melalui Bank Kesejahteraan
Ekonomi.
5)
Model Kerjasama Koperasi Primer
dengan Bank Pola Swamitra
Kerjasama koperasi
primer dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra merupakan model pemusatan
kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama koperasi primer dengan bank.
Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan aplikasi manajemen simpan pinjam
koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan sumberdaya manusia, aplikasi
teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan pinjam, pendampingan dan
supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan dan pinjaman, serta
cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam. Keunggulan pemusatan pengembangan
koperasi dengan model kerjasama antar koperasi primer dan bank pola Swamitra,
antara lain :
(1) Terdapat paket
dukungan pengembangan KSP/USP secara lengkap sehingga memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi.
(2) Terdapat sistem
supervisi dan pengendalian secara seketika (on line) oleh bank.
(3) Terdapat jaminan
cadangan likuiditas yang disediakan secara bertingkat, baik di koperasi maupun
di bank.
(4) Terdapat
standarisasi sistem dan produk sehingga lebih memungkinkan dikembangkan
jaringan kerjasama.
(5) Memiliki
kredibilitas yang tinggi dalam penghimpunan dana berkat dukungan citra bank
pendukungnya.
Model
pemusatan koperasi tersebut, dapat di
gunakan untuk mengkaji koperasi di kabupaten atau kota.
DAFTAR PUSTAKA
______,
2003. Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian Koperasi
dan UKM. Jakarta.
Arief,
Sirtua, 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat dalam
Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin,
B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan terhadap Sektor Pertanian : Suatu Telaah
Ekonomi Politik. Dalam : Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan Restrukturisasi
Pertanian. PERHEPI. Jakarta.
INFOKOP.
2002. Koperasi Menuju Otonomisasi. Jakarta.
Korten,
David C., 1980. Community Organization and Rural Development : A Learning Process
Approach. Dalam Public Administration Review, No.40.
Komite
Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Kemiskinan Tanggung Jawab Siapa?.Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar